Namun, tudingan itu segera dibantah oleh pengawas lapangan, Herry Mamonto, yang menyebut informasi tersebut tidak berdasarkan fakta dan sarat kepentingan.
“Berita itu tidak berimbang, dan saya meragukan metode jurnalistik yang digunakan,” kata Herry kepada wartawan, Rabu (29/5/2025).
Sebagai pengawas lapangan dari pihak pemilik LCT sekaligus mantan wartawan senior di Bitung, Herry merasa berkepentingan meluruskan informasi yang ia sebut sebagai “tidak profesional dan merusak iklim investasi.”
Ia menjelaskan bahwa pasir yang diangkut menggunakan kapal LCT bukanlah hasil penambangan ilegal, melainkan material resmi yang telah dilengkapi dokumen sah.
“Tujuannya pun jelas, hanya untuk keperluan pembangunan dermaga di Pulau Lembeh. Kami punya semua surat izinnya,” ujarnya.
Menurut Herry, pemberitaan tanpa konfirmasi dan verifikasi yang memadai hanya akan menciptakan kebingungan publik.
Ia menyayangkan praktik jurnalisme semacam itu, yang menurutnya tak ubahnya alat tekanan untuk kepentingan pribadi.
“Kalau pemberitaan terus begini, investor akan lari. Kota ini bisa kehilangan kepercayaan,” ucap Herry dengan nada prihatin.
Herry juga menyoroti bahwa masih banyak persoalan besar yang seharusnya menjadi fokus jurnalisme lokal misalnya penimbunan BBM, pencemaran limbah industri, dan konflik sosial di masyarakat.
“Kenapa itu tidak dijadikan bahan investigasi? Kenapa malah sibuk mencari kesalahan satu-dua pihak yang justru sedang membangun?” ujarnya retoris.
Ia mengajak para jurnalis untuk kembali kepada prinsip dasar jurnalistik: menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan bermanfaat bagi publik. “Kalau hanya mencari sensasi atau jadi alat kepentingan, media akan kehilangan kepercayaan,” tandasnya.
Pernyataan Herry membuka ruang diskusi yang lebih besar tentang etika, profesionalisme, dan tanggung jawab media dalam membangun citra daerah di tengah kompetisi menarik investasi.
(*)
0 komentar:
Post a Comment