• Berita Terbaru

    December 24, 2025

    elnusanews/com , , December 24, 2025

    Natal di Tengah Dunia yang Retak: Kabar Akbar di Tahun yang Luka


    MANADO, Elnusanews- “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.”

    (Lukas 2:10–11)

    Natal selalu datang dengan satu seruan yang sama: jangan takut. Seruan itu pertama kali disampaikan kepada para gembala, kaum kecil yang hidup di pinggir sejarah, jauh dari pusat kekuasaan dan kemegahan. Dan pada tahun 2025 ini, ketika dunia dan bangsa seperti berdiri di atas tanah yang retak, seruan itu kembali menemukan relevansinya yang paling mendalam.

    Yesaya telah menubuatkan-Nya berabad-abad sebelumnya: “Seorang anak telah lahir untuk kita… dan namanya disebutkan: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yes. 9:5–6). Matius kemudian menegaskannya: “Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka… Imanuel—Allah menyertai kita” (Mat. 1:21–23). Natal adalah peristiwa penggenapan: Allah tidak tinggal diam di surga, Ia masuk ke dalam sejarah yang compang-camping.

    Namun ironi zaman ini tajam terasa. Ketika Injil memberitakan kesederhanaan palungan, dunia merayakan Natal dengan etalase kemewahan. Diskon besar, pesta tak berujung, dan budaya boros menjadikan Natal lebih mirip festival konsumsi ketimbang perayaan inkarnasi. Sosok Sinterklas, yang selalu memberi hadiah, sering kali lebih diingat ketimbang Kristus yang lahir tanpa apa-apa. Legenda menggantikan Logos dan mitos menenggelamkan makna.

    Di tengah hedonisme itu, tahun 2025 mencatat deretan luka sosial dan politik yang tak bisa diabaikan. Gelombang demonstrasi “17+8 Tuntutan Rakyat” meledak di berbagai kota pada akhir Agustus, saat mahasiswa, buruh, dan pengemudi ojol turun ke jalan memprotes pemotongan anggaran dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025. Jeritan mereka adalah jeritan gembala-gembala modern, para gembala yang merasa tidak lagi didengar oleh istana.

    Wacana Pilkada lewat DPRD kembali membuka luka lama demokrasi. Ketika pemilihan langsung dipertanyakan dan politik uang mengintai, publik diingatkan bahwa kekuasaan yang menjauh dari rakyat selalu berisiko kehilangan legitimasi moralnya. Satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran pun dievaluasi dengan sorotan tajam: kabinet besar, koalisi elit stabil, tetapi ruang kritik sipil terasa menyempit.

    Korupsi dinasti daerah, yang telah menyeret beberapa kepala daerah bersama anggota keluarganya, menjadi simbol betapa kuasa tanpa takut akan Tuhan, telah berubah menjadi berhala.

    Di saat yang sama, kebijakan ekonomi seperti kenaikan UMP 2026 dan penerapan PPN 12% untuk barang mewah memunculkan perdebatan keadilan fiskal, sementara gelombang PHK nasional telah merenggut rasa aman lebih dari 42 ribu pekerja sepanjang semester pertama tahun ini.

    Namun di antara gelap itu, secercah terang juga muncul. Program perlindungan sosial di Jawa Barat yang memberikan BPJS Ketenagakerjaan gratis bagi satu juta pekerja informal adalah gambaran kecil dari Natal yang bekerja dalam kebijakan publik: keberpihakan pada yang rentan. Koperasi Merah Putih pun dipandang sebagai harapan ekonomi desa, meski bayang-bayang korupsi tetap mengintai, ini mengingatkan bahwa setiap niat baik tetap memerlukan pengawasan moral.

    Tahun ini pula alam seperti ikut meratap. Puluhan bencana sejak awal 2025, banjir rob di Jakarta akibat Supermoon pada Oktober lalu, hingga menjelang Desember, banjir besar dan longsor terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, sebabkan gerakan “Bendera Putih” sebagai simbol keputusasaan warga dan semua itu menyingkap, betapa rapuhnya peradaban manusia. Bahkan langit pun seakan memberi peringatan: badai matahari 2025 yang dikhawatirkan melumpuhkan jaringan global, seakan menjadi metafora, betapa teknologi tidak pernah benar-benar menyelamatkan.

    Di tingkat global, dunia menahan napas. Pertemuan Putin dan Trump di Alaska membuka harapan perdamaian Ukraina, sementara serangan udara AS ke Iran dan Suriah kembali menyalakan api Timur Tengah. Di Gaza, ribuan pasien wafat sambil menunggu evakuasi medis, sebuah tragedi kemanusiaan yang menggugat nurani dunia, hingga banyak yang menghujat kedigdayaan Israel. Di tengah semua itu, Natal berdiri sebagai protes ilahi terhadap kekerasan: Sang Raja Damai lahir tanpa senjata.

    Bagi umat Kristen di Indonesia, Natal 2025 juga dirayakan dalam suasana duka dan ketegangan. Sepanjang tahun ini, gereja-gereja didemo, ibadah dibubarkan dan dihalangi, umat dipersekusi. Bahkan ada upaya simbolik yang menyakitkan, yakni penetapan 25 Desember sebagai “hari mualaf” yang sengaja dibuat oleh sebagian tokoh radikal intoleran dungu, sebuah tindakan bodoh yang bukan saja melukai perasaan, tetapi juga mencederai toleransi dan mencederai semangat kebangsaan.

    Di tubuh gereja sendiri, ada refleksi yang tak kalah pahit. Kasus dana hibah telah menyeret Ketua Sinode GMIM, Pdt. Hein Arina, dan terpilihnya Ketua Sinode baru, Pdt. Adolf Wenas. Bukankah ini menjadi pengingat bahwa gereja pun tidak kebal dari dosa struktural.

    Natal, senantiasa memanggil gereja untuk 'ecclesia reformata semper reformanda'—gereja yang terus diperbarui oleh Firman.

    Namun justru di situlah kekuatan Natal. Ia tidak menunggu dunia bersih untuk hadir. Kristus lahir di tempat yang sangat hina, di bawah bayang-bayang kekuasaan Romawi, di tengah sensus politik yang menindas. Maka Natal 2025 mengajarkan bahwa harapan tidak lahir dari stabilitas semu, melainkan dari penyertaan Allah yang setia.

    Natal menegur sifat boros, meruntuhkan hedonisme, dan membongkar mitos. Ia mengajak bangsa ini, para pemimpin, gereja, dan warga, untuk kembali pada kesederhanaan yang bermakna, keadilan yang berbelas kasih, dan iman yang berani bersuara. Sebab Anak yang lahir itu bukan sekadar simbol religius, melainkan Juruselamat yang menuntut pertobatan sosial.

    Di tengah dunia yang luka, kabar Natal tetap sama: jangan takut. Allah menyertai kita. Dan selama terang itu masih menyala, maka sejarah, betapapun gelap, belum kehilangan harapan.


    Selamat Natal ...

    (Rendai Ruauw)

    Next
    This is the most recent post.
    Older Post
    • Comments
    • FB Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Natal di Tengah Dunia yang Retak: Kabar Akbar di Tahun yang Luka Rating: 5 Reviewed By: elnusanews/com
    Scroll to Top