BITUNG, Elnusanews – Polemik kepemilikan lahan budel almarhum Cornelis Rompis di Kota Bitung kembali memanas setelah Pengadilan Negeri (PN) Bitung menggelar pembacaan Berita Acara Sita Eksekusi Nomor 231/Pdt.Bth/2022/PN Bit jo Nomor 9 K/Pdt/2025, di Kelurahan Manembo-nembo, Kecamatan Girian, Jumat (7/11/2025) siang tadi.
Pembacaan berita acara tersebut dilakukan oleh juru sita PN Bitung, Davies Buyung, atas perintah Ketua PN Bitung sesuai Surat Penetapan Nomor 231/Pdt.Bth/2022 PN Bitung jo Nomor 202/PDT/2023/PT MND jo Nomor 9 K/Pdt/2025, dalam perkara antara Hetty Lengkong sebagai pemohon eksekusi melawan Octovius Jahja Insamodra dkk sebagai termohon eksekusi, proses berlangsung lancar dengan pengamanan dari jajaran Polres Bitung.
Sementara iru, kuasa hukum pembeli lahan, Reyner Timothy Danielt, SH, menilai pelaksanaan eksekusi tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak yang beritikad baik.
“Sengketa lahan budel Cornelis Rompis ini sudah berlangsung lebih dari 50 tahun, melibatkan ahli waris dan berbagai pihak yang mengklaim memiliki hak. Meski sudah ada putusan hingga tingkat Peninjauan Kembali, persoalan kepemilikan dan eksekusi masih terus berlarut,”ujarnya.
Reyner menjelaskan, eksekusi saat ini mengacu pada Putusan Perlawanan Nomor 202/PDT/2023/PT MND antara Jetty Lengkong melawan Oktovius Insamodra, yang menurutnya hanya bersifat deklaratoir atau pernyataan hukum, bukan perintah eksekusi.
“Putusan itu hanya membatalkan penetapan eksekusi sebelumnya tanpa amar pengembalian objek eksekusi. Jadi, dasar pelaksanaan eksekusi ini keliru dan cacat hukum,”tegasnya.
Lebih lanjut, Reyner menambahkan tindakan eksekusi tersebut bertentangan dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 270/PK/Pdt/1989, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Nah, putusan itu menegaskan tanah budel merupakan harta bersama antara Cornelis Rompis dan istrinya, Lientje Lengkong, dengan pembagian. Julien Rompis berhak atas tiga perempat bagian, dan Adrian Rompis atas seperempat bagian yang bahkan telah diterima.
“Dalam konstatering di lapangan, kami sudah menanyakan dasar hukum inkracht yang digunakan PN Bitung, namun tidak ada jawaban jelas. Kalau dasar eksekusi hanya pada Putusan Perlawanan 202/PTD/2023/PT MND, maka jelas cacat hukum,” ujarnya, seraya mengatakan pengembalian objek eksekusi yang telah selesai seharusnya dilakukan melalui gugatan baru, bukan lewat perlawanan.
Sementara itu, salah satu pihak ketiga Rifael Sitorus yang mengaku telah membeli sebagian lahan tersebut, menyatakan keberatan atas eksekusi dan berencana menempuh jalur hukum.
“Saya membeli dengan itikad baik. Semua dokumen sudah saya periksa, termasuk surat keterangan dari kelurahan yang menyatakan lahan tidak bermasalah. Tapi sekarang justru saya dirugikan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, tanah yang dibelinya merupakan hasil transaksi sah dengan salah satu ahli waris, Julien Rompis (Oktovius Insamodra), berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) dan Berita Acara Eksekusi Pemulihan tertanggal 5 Juli 2023.
“Saya pembeli beritikad baik dan tidak bisa menerima tindakan yang dianggap tidak sesuai hukum,”pungkasnya. (*)


0 komentar:
Post a Comment