MANADO,Elnusanews – Kerinduan masyarakat di sekitar tambang bisa mengolah sumber daya
alamnya sendiri secara legal, terjawab. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN) Sulawesi Utara (Sulut) telah membangun kemitraan bersama Artisanal Gold
Council (AGC) untuk proyek pemberdayaan masyarakat seputar tambang.
Meski dalam nama AGC ada
kata ‘gold’ (emas) namun sasarannya bukanlah pada profit melainkan orangnya.
“Kita tidak berkonsentrasi dengan emas melainkan orangnya. Kita tidak akan
mengambil keuntungan dari situ. Ini semata-mata untuk kelangsungan hidup
manusia dan lingkungannya,” ujar Manajer Proyek AGC bagian Indonesia/Asia,
Richard Gutierrez, saat melakukan pertemuan dengan AMAN Sulut, di Hotel
Quality, Jumat (21/7) pekan lalu.
Lembaga ini berusaha
menjembatani agar penambang kecil, bisa secara melakukan aktifitas tanpa
melanggar aturan pencemaran lingkungan. Alasannya, penambang kecil paling
banyak masih menggunakan mercury yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
“Memang di Indonesia
aturan bagi penambang besar, disamakan dengan penambang kecil. Jelas faktanya
sekarang, penambang kecil tidak bisa memenuhinya karena dibatasi fasilitas.
Sementara penambang besar pasti lebih diterima karena punya fasilitas memadai.
Tugas kita adalah membantu penambang kecil supaya dapat menambang dengan cara
baik dan tidak merusak lingkungan sehingga dilegalkan,” kata Richard didampingi
dua orang timnya.
Ia menjelaskan, di
Indonesia banyak kasus seperti itu. Penambang kecil umumnya mencemari
lingkungan karena masih menggunakan mercury. Konsekuensinya harus mendatangkan
penambang besar dari luar untuk melakukan eksploitasi emas. “Akhirnya penambang
kecil tidak bisa menambang di tanah mereka sendiri karena dianggap mencemari
lingkungan. Ini tentu sangat lucu. Kondisi ini memang sengaja dibiarkan. Mereka
akan tetap jadi masyarakat miskin dan begitu seterusnya,” ucapnya.
Cara AGC menjalankan
proyek ini hanya sebatas memfasilitasi. Masyarakat atau komunitas itulah yang
menentukan rencana kegiatannya sesuai keinginan mereka sendiri. “Makanya dalam
mencari partner, AGC tidak mendatangi konsultan melainkan komunitas. Jadi
proyek ini dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah,” jelas dia.
Program tersebut didanai
Global Affairs Canada (GAC) atau Kementerian Luar Negeri Canada. Proyek ini
telah diterima di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
(RI), Kementerian Kesehatan RI serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) RI. Kalau di provinsi hanya dua instansi yakni Badan Lingkungan Hidup
dan ESDM. “Program ini memang dari pemerintah Canada tapi terikat juga dengan
aturan dari pendonornya. Isu yang jadi sasaran kami adalah lingkungan,
perempuan dan anak. Proyek ini hanya hanya sampai tahun 2020. Setelah itu saya
akan tinggalkan Sulut,” tutur dia.
“Saat kita sudah
pergi,kami harapkan program ini bisa dilanjutkan. Caranya dengan mendatangkan
investor yang tidak punya konsentrasi pada emasnya tapi lebih ke masalah
sosial. Kalian bisa membicarakannya dengan pemerintah,” kuncinya.
Ketua AMAN Sulut,
Lefrando Gosal mengatakan, tujuan utama program ini adalah pemberdayaan wilayah pertambangan yang
legal. Di dalamnya memperkenalkan pengolahan limbah tambang yang ramah
lingkungan, manajemen pemasaran emas melalui koperasi, pemberdayaan perempuan
dan anak yang sering terdampak limbah tambang. “Serta mencari usaha alternatif
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sebab emas bukan energy. Paling
penting bukan soal legal atau tidak karena sasaran program ini adalah wilayah
pertambangan skala kecil yang sudah memiliki izin atau sudah legal. Program ini
tidak bisa berjalan di wilayah pertambagan yang ilegal,” jelas Gosal.
Jalinan mitra antara AMAN
Sulut dan AGC sudah memasuki persetejuan bersama. Pihak AMAN Sulut nantinya
akan memasukkan rencana kegiatan ke AGC. “Mudah-mudahan proyek ini bisa cepat
dilaksanakan dan dapat berjalan baik,” harap Gosal yang ikut didampingi staf PW
AMAN Sulut lainnya, Henly Mengko dan Meliza Mamangkey serta Nedine Sulut dari
Dewan AMAN Nasional. (RaKa)
0 komentar:
Post a Comment