MINSEL, Elnusanews- Nama baik pekerja jurnalistik terancam rusak. Ini terjadi akibat ulah tidak terpuji sejumlah oknum wartawan yang diduga memaksakan meminta advertorial dan iklan di pemerintahan dan swasta, jadi pemantik. Akibat ulah sejumlah oknum wartawan ini, profesi wartawan jadi sasaran cibiran banyak orang.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Provinsi Sulawesi Utara khususnya. Sejumlah oknum yang mengaku wartawan 'menyerang' wartawan lain yang tidak bersama-sama mereka dalam mendukung calon "Kuning" saat Pemilihan Kepala Daerah Minahasa Selatan 2020.
Serangan dilakukan melalui media sosial maupun media online milik mereka sendiri.
Ada yang menuding bahwa hanya 2 wartawan yang memonopoli kerjasama, ada juga yang menuding ada 20 wartawan.
Mirisnya, oknum wartawan yang melakukan tudingan itu adalah oknum wartawan yang menikmati dana publikasi (istimewa) di bagian Humas dan beberapa dinas Pemkab Minsel pada masa pemerintahan sebelumnya. Sementara wartawan yang dinilai enggan sejalan/cenderung ke (FDW) kerjasamanya dibatasi (petunjuk).
"Ini kan aneh. Saat mereka menikmati anggaran publikasi waktu pemerintahan sebelumnya, wartawan lain hanya diam dan tetap pada profesionalisme jurnalistik mereka. Sekarang, saat mereka tidak mendapat kontrak advertorial, mereka mengaku ada perbuatan tidak adil dan terzolimi. Ini menunjukkan kepada orang banyak seperti apa kualitas jurnalistik mereka," kata Ruddy, yang merupakan pegiat kemasyarakatan dan politik Minsel.
Tidak hanya 20 wartawan yang diserang, framing bahwa Bupati dan Wakil Bupati Minsel, Franky Donny Wongkar (FDW) dan Petra Yani Rembang (PYR), diskriminatif, mulai digoreng. Staf Khusus Bupati Minsel bagian Humas dan Informasi, Henly Tuela pada media ini Senin, 10 Mei 2021 membantah tudingan 2 media online dan Youtube.
"Tidak benar tudingan mereka bahwa Bupati dan Wakil Bupati diskriminatif terhadap wartawan. Buktinya, semua wartawan bebas melakukan peliputan di Kabupaten Minsel. Berita soal kegiatan bupati dan wakil bupati, juga banyak menghiasi media cetak dan online. Sama sekali tidak ada larangan," tandas Henly Tuela.
Dikatakannya, tuduhan Youke Bororing di salah satu media soal Bupati dan Wakil Bupati, itu adalah bohong.
"Pernyataan Youke Bororing bahwa menurutnya, Bupati dan Wakil Bupati hanya ada dua wartawan, itu juga tidak benar," tukasnya.
Soal pembatasan jarak peliputan di lokasi kegiatan FDW-PYR, Tuela mengaku itu memang benar.
"Karena ada batasan jarak liput dan pengambilan foto oleh para jurnalis. Ini merupakan penerapan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Jika ada maksud tidak baik di luar itu tidaklah benar," papar Tuela.
Selain itu lanjut Tuela, ada Tudingan lain yang muncul soal Screenshoot pesan Whatsapp oleh FDW dengan salah seorang wartawan yang berisi arahan untuk koordinasi dengan dua orang wartawan.
"Itu tidak dijelaskan maksud dan tujuan dari oknum wartawan yang bertanya. Pertanyaan kita boleh masuk itu apa? Bisa saja terkait hal lain. Namun dalam pemberitaan seakan-akan terkait hubungan kerjasama dengan Dinas Kominfo Minsel," jelas Tuela.
Pula adanya tuntutan lain yang mereka sampaikan adalah meminta FDW dan PYR membalas pesan WA mereka.
"Bukankah kita tahu bersama bahwa baik FDW ataupun PYR sudah memiliki jadwal kegiatan atau agenda yang begitu banyak, yang tentunya kesibukan pun banyak sekali. Untuk membuka handphone saja kemungkinan harus di waktu-waktu tertentu. Kemudian ada begitu banyak orang yang menghubungi FDW ataupun PYR melalui Whatsapp. Jika dibaca dan belum dibalas bukan berarti itu sikap diskriminatif. Sebenarnya para wartawan bisa bertanya langsung, itu lebih baik," pungkasnya.
(Rela)
0 komentar:
Post a Comment