MANADO,Elnusanews -- Berbicara soal harga cengkih tentu juga berbicara mengenai hak keadilan kepada masyarakat. Memang, sudah ditetapkan sekarang bahwa harga cengkeh sudah Rp. 85.000 per kilogramnya, tapi sebetulnya menurut petani masih terlalu rendah.
Hal ini dikatakan Aktivis Asosiasi Petani Cengkih (APCI) Sulawesi Utara Paul Adrian Sembel, saat dimintai tanggapannya terkait anjloknya harga cengkeh di Sulut, Rabu (26/06/19) siang.
Menurutnya, dengan harga Rp. 85.000 perKg sudah dianggap yang paling baik dari harga yang sebelumnya dikatakan oleh Kadisperindag Sulut yakni Rp.58.000 perKgnya, walaupun belum memenuhi standar keinginan petani cengkeh.
"Kalau berbicara soal kebutuhan dan pemeliharaan cengkeh sebenarnya harus ada patokan harga dasar misalnya Rp.100.000, jika diatas Rp.100.000 mekanisme pasar bermain diatas Rp.100.000 bukan dibawah Rp.100.000, karena jika dibawah harga tersebut tetap bagaimanapun petani cengkeh masih dirugikan karena biaya pemeliharaan dll. Ini belum dihitung sejak penanam dari awal. Harga ini kan berasal dari hasil pemetikan sampai pengeringan, tetapi kalau sebenarnya jika dihitung dari pemeliharaan, pembibitan, pemupukkan dll, itu membutuhkan biaya yang sangat besar apalagi para petani diperhadapkan dengan persoalan hidup yang cukup besar," jelas Sembel.
Sembel juga mengungkapkan yang sebenarnya harus dilihat adalah bagaimana pemerintah ikut terlibat didalam menyikapi persoalan ini karena cengkeh termasuk pala dan kopra tidak seperti tanaman yang lain.
"Jika cabai dipasaran Rp.85.000 tidak akan berpengaruh pada ekonomi daerah, tetapi kalau cengkeh naik diatas Rp.100.000 dapat mempengaruhi ekonomi daerah, begitu juga sebaliknya. jadi maksud disitu cengkeh merupakan komoditas utama yang ada di sulut karena selain kopra cengkeh ini melingkupi sekitar 60 persen penduduk sulut," ungkapnya.
Dirinya pula menandaskan jika pemerintah tidak cepat menyikapi persoalan harga cengkih ini maka ditakutkan akan berdampak pada perekonomia di Sulut kedepan.
"Nah, jika harga cengkih ini tidak disikapi ini sangat berbahaya untuk kedepa, karena ini menjadi suatu mekanisme yang kurang sehat bahwa terjadi sebuah proses pemiskinan terhadap masyarakat sulut," tandasnya. (RaKa)
0 komentar:
Post a Comment