![]() |
Foto : Max Siso |
Hal itu seperti yang dikatakan pratisi politik asal Sulut, Max Siso. Menurut Siso, tindakan tersebut dapat mencegah terjadinya penafsiran yang beragam.
“Pidato Soekarno harus dijadikan rujukan naskah akademik didalam pembahasan Pancasila dan pendalamannya,” ujarnya. Rabu (1/6/16).
Kepada sejumlah awak media, Siso mengatakan konstruksi hukum ketatanegaraan Indonesia bergeser jadi lain.
“Contohnya fraksi utusan daerah, sampai hari ini masih mencari bentuk. Padahal didalam konstruksi negara yang dibangan atas dasar Pancasila, utusan daerah itu perwakilan dari netif yang suatu ketika akan terjadi gerakan septarianis yang sangat kental. Kalau muncul gerakan tersebut pastinya tidak dapat dihindari munculnya gerakan sparatif,” jelasnya.
Untuk itu, dalam mengembalikan semangat Pancasila pada keasliannya dalam konteks ke Bhineka Tunggal Ika harus terus bersatu.
“Satu dalam cita-cita dan pengharapan,” tukas dia.
Intinya, Pancasila tersebut bersumber dari Presiden RI pertama, Soekarno. “Itu naskah akademik,” pungkas mantan Anggota DPRD Sulut ini. (RaKa)
0 komentar:
Post a Comment