Sekretaris DPD Taruna Merah Putih Sulawesi Utara Torry Kojongian |
SULUT,Elnusanews - Kenaikkan BBM bisa dipahami seperti
kehidupan rumah tangga. Anak kadang tak tahu kalau orang tua berutang. Orang
tua pun kadang enggan menjelaskan ke anak kalau mereka berutang. Tetapi anak
tetap mendapat jatah uang saku yang stabil dari orangtua. Bisa bergaya dan
memenuhi kebutuhan seperti biasa, tak peduli dan tanya, uang datangnya
darimana. negeri kita pun demikian. Utang negara sudah menumpuk. SBY meninggalkan
utang 1.496,12 Trilliun. Total utang sekarang adalah 2.273,76 triliun, Jadi
selama ini pembangunan kita seperti jalan, jembatan, fasilitas publik,datang
dari utang juga. Ujar Kojongian.
Lanjut Kojongian, Walaupun rakyat umumnya hanya dapat
tetesan terakhir. Paling banyak hanya dinikmati segelintir orang. Dan yang
memiriskan, kita berutang untuk dikorupsi. Tidak efektif, tentunya. Bandingkan
saja dengan kasus korupsi Nazaruddin dan kawan kawanya miliaran rupiah habis entah kemana. Kembali
seperti ilustrasi orang tua yang berutang demi gaya hidup anaknya yang mewah.
Anak senang bukan main, tapi tak ada nilai produktivitasnya. Aneh bin ajaib
banyak yang tak terganggu dengan korupsi" semacam demikian. Tak ada yang
protes begitu ekstrem, karena kepentingan kita semua juga masih terjaga stabil
oleh pemerintah. Artinya, harga BBM masih stabil pada zaman SBY. Tentu
distabilkan karena utang. Toh sekurang-kurang nya hasrat protes rakyat
dijinakkan karena kepentingannya terjaga. Kata Anies Baswedan ada benarnya
dalam hal ini. "Banyaknya kejahatan bukan karena banyaknya orang jahat.
tapi banyaknya orang baik yang diam." kita semua orang "baik" yang
diam sejauh kepentingan kita terjaga. Seolah mau bilang, "Korupsi boleh
ada, yang penting harga BBM stabil." Makanya protes terhadap para koruptor
tak sekeras,tegasnya.
Kojongian menyebutkan Dengungan kalau protes naik BBM.
Kan? Lalu datanglah si Jokowi, tipikal orang tua yang mau blak-blakan dengan
anaknya. "hiduplah lebih ekonomis. Kita bergaya selama ini karena
utang." Tentu anak- anak kaget dan merasa shock mendengarnya. Apalagi
semua "uang saku" dipangkas demi mengurangi utang kehidupan keluarga.
Kita sudah lama dimanja karena utang. Meskipun tak menyenangkan, setidaknya
melalui cara demikian, "anak" (rakyat) juga harus belajar dan peduli
soal rumah tangga negara ini seluruhnya daripada hanya berpikir kepentingannya
saja. Kita diajak untuk berpikir bersama dan dilibatkan ketika secara terang-
terangan kita sadar bahwa utang sudah menumpuk dan bukan demi sesuatu yang
produktif. Jadi, anak-anak mengertilah kesusahan orangtua. Rakyat mengertilah
kesusahan seorang presiden,pungkasnya.(roker)
0 komentar:
Post a Comment