Wakil Gubernur Sulut Dr Djouhari Kansil MPd Menghadiri Meeting TIPD Provinsi Sulut. |
Dikatakannya, puncak
inflasi tertinggi pada 2014 itu terjadi pada bulan Desember yang tercatat
mencapai angka 3,83 % (Month-to-Month) dan 9,67 % (Year to Year) dalam setahun
yang berada diatas inflasi nasional. “Namun demikin Wagub menjelaskan secara
raata-rata dalam setahun inflasi Sulut masih berada di bawah rata-rata laju
inflasi nasional.
''Secara Umum orang nomor dua di Sulut menyebutkan, inflasi
yang terjadi di Sulut terutama brasal dari sisi suplay dibanding sisi
permintaan. Dimana kompon utama pembentuk inflasi berasal dari harga komoditi yang diatur oleh
pemerintah dan harga pangan yang bergejolak,'' ujar Kansil.
Kansil menambahkan, dalam dua tahun terakhir, inflasi pada
kelompok Administered Prices terutama disumbang oleh komoditas angkutan dalam
kota, tariff listrik dan harga BBM, sedangkan untuk kelompok Volatile Foods,
komoditas utama penyumbang inflasi yaitu dari bawang merah, rica dan tomat
(barito) termasuk sayur mayur.
Disamping itu inflasi Sulut juga tidak lepas dari pengaruh
Shocks yang tidak dapat dihindari seperti gangguan produkksi karena bencana
alam, yang pada akhirnya berpengaruh pada kelompok Volatile Foods, tandas
Kansil.
Kepala Cabang BI Manado Luctor E Tapiheru mengatakan,
tantangan pengendalian inflasi dikarenakan antara lain budaya makan pedas.
''Budaya makan dengan bumbu pedas bagi masyarakat Sulut sudah
menjadi ciri khasnya. Karena orang sulut sejak dulu sudah terkenal dengan
budaya makan rica, apabila makan tanpa rica dianggap tidak lengkap,'' jelas Tapiheru.
Sementara Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi
Sulut Drs Sanny Parengkuan berharap pengendalian inflasi di daerah perlu dijaga
keberlangsungannya agar sasaran dan tujuan pertumbuhan perekonomian dapat
terjaga.
0 komentar:
Post a Comment